PERANG VIETNAM KE KAMBOJA

Pada tahun-tahun terakhir menjelang kejatuhan saigon tahun 1975, negara-negara anggota ASEAN mencemaskan kemungkinan penarikan mundur pasukan Amerika Serikat dari Asia Tenggara. Ketegangan terus memuncak mengingat ASEAN adalah negara-negara Non-Komunis sedangkan negara-negara Indochina adalah negara komunis. Kemenangan Vietnam pada Perang Vietnam sudah tentu mengkhawatirkan ASEAN ditengah rencana Amerika Serikat untuk mengurangi kehadiran pasukannya yang selama ini secara tak langsung melindungi ASEAN dari invasi komunis ke kawasan tersebut.
Sebagai antisipasi terhadap kemungkinan paling buruk jika Amerika Serikat  meninggalkan Vietnam maka ASEAN senantiasa menekankan posisinya sebagai negara yang netral dan tidak konfrontasional dan berharap negara-negara Indochina (Kamboja, Laos, dan Vietnam) akan mengikuti jalan ASEAN. Akan tetapi harapan ini tidak segera dapat diwujudkan karena dengan diproklamasikannya Republik Sosialis Vietnam (RSV) tahun 1976, sebagai konsekuensi dari kekalahan Amerika Serikat atas Vietnam, Vietnam pun tampil lebih percaya diri karena masih mendapat dukungan Soviet. Bahkan pemerintahan komunis Vietnam mempropagandakan isu-isu anti ASEAN yang mereka tuduh sebagai kepanjangan tangan Neokolonialis Amerika Serikat.
Kecemasan ASEAN memang akhirnya terwujud karena pada Desember 1978 Vietnam benar-benar menginvasi Kamboja, menggulingkan Rezim Pol Pot (yang haus darah), dan menanamkan pemerintahan Heng Samrin Pro-Vietnam. Denagn dukungan pasukan kuat Vietnam bertahan menguasai Kamboja, yang diubah menjadi RRK (Republik Rakyat Kamboja). Sementara tokoh RRK seperti Heng Samrin, Chea Sim, dan Hun Sen sebenarnya adalah mantan komandan Khmer Merah di kawasan Timur Kamboja. Mereka menentang keganasan Pol Pot dan melarikan diri ke Vietnam. Disanalah para pemberontak ini dilatih dan dipersiapkan Vietnam untuk kemudian merebut dan menduduki Kamboja dengan dukungan pasukan Vietnam.
ASEAN memandang invasi Vietnam ke Kamboja sebagai tindakan pelanggaran prinsip-prinsip dasar hubungan antar negara. Yakni, Non-Interference dan Non-Use Force. Invasi Vietnam ke Kamboja menciptakan persoalan serius di sekitar perbatasan wilayah Thailand-Kamboja. Sisa-sisa pasukan Khmer Merah yang masih bertahan plus puluhan ribu pengungsi dari Kamboja memenuhi wilayah tersebut. Konflik bersenjata di kawasan tersebut tidak terhindarkan dan dengan sendirinya mendorong tumbuhnya instabilitas di Thailand.


Pada Januari 1979, ASEAN lewat pertemuan para menteri luar negerinya, menentang perilaku Vietnam dengan mengingatkan esensi Deklarasi Bangkok 1967 sebagai protes atas tindakan campur tangan yang dilakukan Vietnam terhadap Kamboja. ASEAN secara resmi menolak mendukung pemerintahan Phnom Penh Pro-Vietnam, mendukung isolasi Internasional atas Vietnam, mengusahakan penarikan tanpa syarat pasukan Vietnam dari Kamboja, mencegah penetrasi Vietnam ke Thailand, mendukung Kamboja yang netral, damai, dan demokratis, serta mendukung kepemimpinan ASEAN dalam mencari solusi damai dalam konflik Kamboja yang bebas dari campur tangan luar.
Hanoi sebaliknya, menentang sikap ASEAN dan bersikukuh untuk mempertahankan posisinya di Kamboja. Hanoi berpendapat bahwa kehadiran pasukannya ke Kamboja untuk menyelamatkan rakyat Khmer dari Rezim pembasmi manusia dibawah kepemimpinan Pol Pot. Vietnam tidak mungkin merubah keputusan tersebut dan menolak setiap upaya perundingan Internasional untuk meninggalkan Kamboja. Hanoi hanya akan meninggalkan Kamboja jika Hanoi dan Phnom Penh memandang sudah tiba saatnya untuk melakukannya. Sikap Hanoi tumbuh dari keyakinan yang timbul sejak pasukan Amerika Serikat harus meninggalkan Vietnam Selatan.
Keberhasilan pasukan Vietnam mengalahkan pasukan Amerika Serikat menjadikan Vietnam tetap bersikukuh untuk kembali mengulang keberhasilan tersebut. Bagi Hanoi, persoalan Kamboja merupakan akibat dari ekspansionisme dan hegemoni China. Sekalipun demikian, baik Phnom Penh maupun Hanoi menegaskan bahwa apa yang berlangsung di Kamboja tidak lebih dari perang saudara antar rakyat Khmer dengan demikian bersifat domestik dan tidak memerlukan bantuan eksternal. Dukungan militer Uni Soviet merupakan faktor lain yang membuat Hanoi tidak peduli dengan pernyataan keras ASEAN yang menuntut penarikan pasukan Vietnam

0 komentar:

Posting Komentar